Lulud Prijambodo Ario Nugroho
Pengembang Teknologi Pembelajaran
LPMP Jawa Tengah
Beberapa waktu yang lalu telah ditulis tentang model pembelajaran blended atau hybrid. seiring dengan perubahan jaman milenial, maka penggunaan hypermedia merupakan keniscayaan bagi guru guru kita dalam memproses pembelajaran. Akan menjadi sangat aneh, kalua guru kita mengajar dengan metode yang sangat klasik, sementara begitu keluar dari Gedung sekolah, semuanya seperti masuk belantara teknologi, dan anak anak kita yang notabene adalah siswa sekolah mempelajari semua itu secara mandiri karena sekolah tidak pernah membawa teknologi tersebut dalam ranah pembelajaran.
Literasi media merupakan skill yang harus dimiliki oleh guru, sehingga pada gilirannya siswa kita juga akan memiliki kearifan yang sama. Guru mari kita berjuang bersama sama untuk memahami perubahan proses pembelajaran ini, karena siswa kitapun perlu dibimbing supaya menjadi anak yang memiliki skill tinggi dalam literasi media. Mereka pun butuh menjadi arif tanpa harus mencari sendiri. Tujuan artikel ini adalah untuk memberikan informasi tentang ragam model pembelajaran hybrid dan cara menerapkannya pada proses pembelajaran sehingga dapat meningkatkan literasi media.
Ragam model pembelajaran Hybrid
Pembelajaran terintegrasi antara pembelajaran tatap muka dan online, merupakan asumsi dasar masyarakat belajar Ketika mendengar kata pembelajaran blended atau hybrid. Akan tetapi apapun yang dilakukan pada proses pembelajaran adalah bagaimana memaksimalkan aktivitas belajar siswa, sehingga terwujud suatu pembelajaran bermakna bagis siswa.
Merestrukturisasi dan mereformasi jam belajar tatap muka adalah kata kunci utama, supaya pemebalajaran hybrid dapat berlangsung dengan maksimal. Saat ini, pembelajaran hybrid memberi peluang lebih untk meningkatkan kualitas pembelajaran. Pembelajaran hybrid memberikan pengalaman siswa secara lengkap. Proses belajar terjadi dengan mengkombinasikan pengalaman belajar tatap muka dan daring. Pengalaman belajar yang diberikan meliputu pengalaman kerja laboratorium, simulasi, turorial, sharing pendapat dan lainnya lagi. Media yang diterapkan pada pembelajaran ini juga beragam. Meliputi teks, audio, visual, gaming dan terjadinya perpaduan unik antar moda komunikasi, seperti gaming, virtual reality, augmented reality dan bahkan Artificial intelegence.
Pembelajaran hybrid, membuat guru dan timnya mulai harus membuat keputusan tentang apa yang harus dipelajari oleh siswa, pengalaman belajar apa yang sebaiknya diberikan kepada siswa serta apa target hasil belajar siswa yang “ sekiranya” dapat memberi manfaat maksimal bagi siswa.

Gambar 1. Factor pendukung pembelajaran Hybrid
Pertanyaan berikutnya adalah bagaimana kita dapat menerapkan pembelajaran hybrid ini?
Kerangka COI (community of inquiry) merupakan satu rancang bangun yang tepat untuk menerapkan pembelajaran hybrid. Pada kerangka ini dibangun suatu kelompok belajar yang berguna untuk membangun satu rasa “ingin tahu” pada diri siswa, hanya pada jaman millennial rasa ingin tahu belumlah cukup kalua itu diklasifikasikan pada “life sklill” siswa. Kecakapan keterampilan hidup harus diimbangi dengan keterampilan membuat solusi yang bermanfaat minimal bagi kelompoknya. Elemen yang dapat mensinergikan siswa supaya meu terlibat adalah elemen social, elemen kognitif dan elemen pembelajaran. Berdasarkan keterlibatak ketigas elemen dalam proses belajar siswa inilah, maka proses belajar mereka menjadi efektif.
Saat ini telah berkembang model model pembelajaran mikro yang mengikuti pola pembelajaran hybrid. Beberapa model pembelajaran daring yang berkembang dari konsep pembelajaran hybrid kami sertakan berikut ini. Sengaja hanya model yang sering di dengar atau bahkan akan menjadi satu pola pembelajaran yang akan diterapkan di sekolah yang ditulis. Beberapa model tersebut dapat menjadi contoh bagi guru, sehingga apabila sudah mahir, pasti akan muncul model model pembelajaran daring baru yang lebihsesuai dengan lingkungan belajar masing masing sekolah.
- The ‘Flipped Classroom’
Flipped Classroom merupakan model pembelajaran yang telah banyak di kenal oleh masyarakat Pendidikan. Pembelajaran model flipclassroom dimulai dengan siswa belajar secara online dengan strategi outing class atau belajar secara mandiri di rumah dengan menggunakan materi yang telah disediakan sebelumnya. Pada Langkah berikutnya, hasil belajar secara outing tersebut dibawa ke dalam proses belajar klasikal, (baik secara tatap muka ataupun virtual). Pada roses belajar klasikal, sebaiknya dikaji konten konten yang belum dipahami oleh siswa saat belajar outing. Strategi pemecahn soal-soal dikerjakan dalam COI (bersama sama antara guru dan teman sebaya. Itulah dinamakan sebagai strategi terbalik, karena penguatan keterampilan siswa justru terjadi saat berkelompok, bukan mandiri.

Gambar 2. Pembelajaran Flipped
- The “ Moving class”
Pada saat ini berkembang konsep “moving class”. Moving clas mengadop 3 konsep pembelajaran hybrid. Ketiga model tersebut adalah: “station rotation”, “lab rotation” dan “remote learning”

Gambar 3. Moving class
a. Station rotation
Pada model belajar ini, siswa belajar untuk menuju pusat pusat belajar tertentu. Pusat belajar itu dapat saja di kembangkan dalam beberapa kelompok belajar kecil, dimana dalam tiap kelompok belajar tersebut hanya memfokuskan pada satu penyelesaian masalah saja, kemudian mereka saling berkunjung atau belajan pemecahan masalah. Dalam kondisi pembelajaran kelas, konsep belajar ini bisa dikembangkan menjadi sebuah kelas yang berpindah, pada prakteknya, tiap kelas yang dibangun adalah memiliki satu guru maple tertentu. Pada kondisi normal guru adalah pusat yang berputar dari satu kelas ke kelas lain, tetapi pada pembelajaran blended, siswa lah yang berputar mengunjungi pusat pengetahuan (dalam hal ini pusat pengetahuan adalah kelas dan guru sebagai fasilitator)
b. Lab rotation
Model ini dikembangkan untuk melengkapi model station rotation. Lab yang dikembangkan pada pembelajaran ini bisa saja merupakan laboratorium maya. Penerapan lab rotation sebenarnya sudah lama di terapkan di Indonesia dengan adanya beberapa laboratorium dalam satu sekolah, sehingga penggunaannya memerlukan jadwal yang ketat.
c. Remote learning
Focus kegiatan siswa pada model remote ini adalah belajar melalui computer, baik secara daring atau offline. Walaupun demikian sesekali, siswa tetap saja harus bertemu dengan guru, waktu bertemu tersebut tentu saja untuk menyamakan persepsi dan membangun perkembangan emosional siswa. dalam hal ini perhatian dan bimbingan masih diperlukan. Tentu saja dengan waktu yang fleksibel dan adaptif sesuai dengan kebutuhan siswa (bukan kebutuhan guru). Sehingga target belajar siswa dapat dicapai secara maksimal, baik itu target belajar mandiri ataupun target belajar kelompok.
- Model pembelajaran hybrid penunjang
Selain ke dua kelompok model pembelajaran tersebut, juga telah berkembang model pembelajaran hybrid yang juga sangat bermanfaat sebagai variasi proses belajar dan juga untuk menguatkan pencapaian hasil belajar. beberapa model tersebut, dikembangkan berdasarkan ide awal dikembangkannya model tersebut kemudian dimodifikasi menjadi sebuah pembelajaran hybrid. model tersebut dikembangkan berdasarkan ide awal dari pengembangan awal model, dan di modifikasi menjadi sebuah model pembelajaran hybrid. beberapa contohnya adalah project based learning, self directed learning , mastery learning dan masih banyak lagi.
Tantangan utama yang muncul pada penerapan pembelajaran hybrid adalah bagaimana cara menilai hasil belajar anak. Bagaimana cara guru menilai pengalaman belajar siswa tanpa menghilangkan autentifikasi. Dalam hal ini sekolah harus mulai menata ulang penilaian yang telah dilakukan selama ini. Jelas Teknik penilaian yang telah kita jalankan selama beberapa puluh tahun, tetiba manjadi using dan kehilangan fungsi autentifikasinya. System penilaian harus di rombak.
Desain pengukuran sangat penting untuk dapat memportofoliokansetiap pengamalaman belajar yang telah diperoleh oleh siswa. penilaian pembelajaran berbasis penguasaan harus mulai kita munculkan, sementara penilaian berbasis hafalan harus mulai kita tinggalkan. Karena pengalaman belajar siswa sudah tidak sesuai dengan proses penilaian pembelajaran berbasis “kognisi semata” Keterampilan untuk menggunakan alat asesmen pembelajaran hybrid cukup ruwet. Tetapi hal ini tentu saja tergantung pada pola pikir perancang pembelajaran.
Pemanfaatan Hypermedia
Hypermedia merupakan keniscayaan pada pembelajaran hybrid. terlebih pada jaman milenial ini. Bahasa sederhana hypermedia adalah media yang terdapat secara tersedia secara online. Istilah Hypermedia merupakan istilah yang diciptakan oleh Ted Nelson. Hypermedia merupakan perkembangan dari istilah hypertext. Media dapat berisi media dalam bentuk apapun baik itu teks, audio, visual, grafik. Dalam pembelajaran tentu saja berhubungan mangan materi belajar tertentu. Tujuan memanfaatkan hypermedia antara lain memberi kesempatan kepada siswa dalam belajar tanpa melalui struktur pembelajaran yang ditetapkan. Dengan memanfaatkan hypermedia, siswa akan lebih kreatif dalam usaha untuk menguasai suatu konten. Ciri ciri utama hypermedia adalah memiliki link dan efek multimedia.

Gambar 4. konten hypermedia
Sebenarnya di dunia maya (dumay) telah hadir beragam media yang berbentuk hyper. Ayo guru, mari kita berlatih memanfaatkan hypermedia. Tanpa melibatkan hypermedia, proses pembelajaran hanya merupakan satu pengganti “kapur dan tutur” bagi guru, tanpa akselerasi kebermaknaan suatu proses belajar. yuks, libatkan siswa dalam pembelajaran yang telah dirancang dengan menggunakan hypermedia, seperti layaknya anak anak sekarang yang begitu “maniacnya” bermain game online. Dalam game online anak begitu asyiknya berkolaborasi dalam memenangkan sesuatu. Begitu juga dalam pembelajaran, libatkan siswa secara emosional. Pasti terjadi akselerasi “kebermaknaan belajar”.
Keterampilan Literasi Media
Kalau dibolehkan sebenarnya pada bagian ini, penulis lebih suka menggunakan istilah “media literacy skill”. Mengapa. Karena selama ini pengertian literasi telah dibatasi pada keterampilan “membaca”. Padahal makna literasi dapat lebih luas lagi. Menurut Wikipedia, pengertian literasi media bermakna kemampuan untuk memahami, menganalisis, dan mendekonstruksi pencitraan media. Kemampuan untuk melakukan hal ini ditujukan agar pemirsa sebagai konsumen media (termasuk anak-anak) menjadi sadar (melek) tentang cara media dikonstruksi (dibuat) dan diakses.
Mengapa literasi media diperlukan, karena saat ini merupakan keniscayaan juga, pada situasi transisi ini, media merupakan alat utam berkomunikasi, dan seringnya apa yang disampaikan oleh media merupakan sesuatu yang dapat dikatakan “benar”. Disinilah perlu kearifan guru dalam membimbing siswa nya saat melakukan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran hybrid. siwa perlu dikuatkan karakternya, sehingga saat merekea berseluncur, maka kita dapat yakin bahwa siswa akan memaksimalkan penggunaan internet secara baik.

Gambar 5. Ilustrasi literasi media pada diri anak
Pada gambar 5 dijelaskan bagaimana suatu informasi yang masuk ke pikiran siswa. ada satu unsur utama yang sebaiknya kita siapkan, supaya anak dapat memiliki keterampilan literasi media. Unsur tersebut adalah kesadaran akan pengaruh media pada diri seseorang, dalam hal ini adalah siswa kita.
Penutup
Demikianlah guru, beberapa ragam penerapan model pembelajaran hybrid. selain penerapan pembelajaran hybrid, kita juga perlu mempertimbangkan penggunaan hypermedia yang seduai dengan karakter negara kita. Apakah kita perlu khawatir tentang bagaimana siswa kita dalam menggunakan media??? Jawabnya tidak perlu, sebab hypermedia merupakan media yang tidak terpisahkan dari kehidupan anak milenial, namun sebaiknya kita kuatkan karakter siswa kita sehingga mereka dapat percaya diri dan mampu melakukan kegiatan yang baik dan bermanfaat
Daftar Rujukan
Bonk, C. J., & Graham, C. R. (2006). The handbook of blended learning : global perspectives, local designs. Pfeiffer.
Caulfield, J. (2011). How to design and teach a hybrid course : achieving student-centered learning through blended classroom, online, and experiential activities. Stylus Pub.
-.2020.-.https://id.wikipedia.org/wiki/
O’Byrne, W.I. & Pytash, K.E. (2015). Hybrid and Blended Learning. Journal of Adolescent & Adult Literacy, 59(2), 137–140. doi: 10.1002/jaal.463
Snart, Jason Allen. 2010. Hybrid Learning: The Perils and Promise of Blending Online and Face-to-Face Instruction in Higher Education. Santa Barbara: Green Wood Publishing Group
Durlach, Paula J. dan Alan M. Lesgold (Ed). 2012. Adaptive Technologies for Training and Education. New York: Cambridge University Press
Rachelle S. Heller (1990) The Role of Hypermedia in Education, Journal of Research on Computing in Education, 22:4, 431-441, DOI: 10.1080/08886504.1990.10781932
Mampadi, Freddy & Chen, Sherry & Ghinea, Gheorghita & Chen, Ming-Puu. (2011). Design of adaptive hypermedia learning systems: A cognitive style approach. Computers & Education. 56. 1003-1011. 10.1016/j.compedu.2010.11.018.
Hwang, A. (2018) ‘Online and Hybrid Learning’, Journal of Management Education, 42(4), pp. 557–563. doi: 10.1177/1052562918777550.